Sabtu, 17 Desember 2016

Tugas Ilmu Sosial Dasar (Warga Negara dan Negara)



Contoh nyata kasus kewarganegaraan
1.MASALAH KEWARGANEGARAAN ROHINGYA (MYANMAR)  





Etnis minoritas seperti komunitas Rohingya di Myanmar banyak yang tidak punya kewarganegaraan.
Badan PBB yang menangani masalah pengungsian, UNHCR, akan meluncurkan kampanye untuk mengakhiri keadaan "manusia tanpa negara" di dunia dalam 10 tahun ke depan.
Diperkirakan setidaknya 10 juta orang kini hidup tanpa memiliki kewarganegaraan, tidak memiliki paspor atau pun identitas resmi.
Hal ini sangat mengkahawatirkan karena mereka bisa ditolak dalam pelayanan medis, pendidikan, dan hak politik- seperti memilih pemimpin.
UNHCR ingin mengakhiri keadaan ini dengan memberikan kewarganegaraan kepada anak-anak pengungsi dan etnis minoritas.
Ribuan Rohingya dikabarkan telah masuk ke wilayah Indonesia sebagai Pencari Suaka sejak konflik yang terjadi di Arakan– Myanmar ini memuncak pada bulan Juni 2012. Konflik yang sudah terjadi sejak puluhan tahun itu telah melahirkan sematan baru bagi Rohingya yaitu “etnis paling tertindas di muka bumi”
Rohingya tidak diakui sebagai bagian bangsa Myanmar karena secara fisik mereka berbeda, mereka seperti orang Bangladesh” tegas Heri, aktivis yang pernah terjun langsung ke Arakan pada Tahun 2013 silam.
Bukan hanya berbeda secara fisik, Rohingya juga dianggap bukan bagian warga negara Myanmar karena menurut Penduduk Mayoritas dan Pemerintah, Rohingya belum ada di Arakan sebelum tahun 1823. Itu artinya, Rohingya tidak dapat dikategorikan sebagai Warga Negara Myanmar menurut UU Kewarganegaraan 1982.
Puluhan warga Rohingya sekarang ada yang mengungsi di Sumatera. Sebulan kemudian, Kementerian Luar Negeri Indonesia memastikan bahwa sekitar 964 pengungsi Rohingya asal Myanmar akan ditempatkan di lokasi penampungan sementara di Lhokseumawe, Aceh Timur, dan Aceh Utara sampai satu tahun ke depan.

source: 
 (http://news.okezone.com/read/2015/05/28/18/1156898/myanmar-didesak-beri-status-kewarganegaraan-rohingya)

Solusi :
Menurut saya misi kemanusiaan dari PBB seharusnya membantu masalah menyelesaikan masalah Rohingya karena dengan sesame warga negara Myanmar seharusnya tidak boleh saling membunuh Karena etnis.
Untuk negara yang menampungnya seperti Indonesia sepatutnya memberi bantuan berupa penampungan untuk hidup mereka dan juga memfasilitasi pemproses-an status warga Rohingya oleh UNHCR atau lembaga-lembaga peduli pengungsi/ pencari suaka lainnya seperti IOM (International Organization for Migration).Indonesia juga harus membuat undang-undang yang jelas yang mengatur penanganan pencari suaka dan pengungsi

2. Kasus Ambalat, Sengketa Indonesia – Malaysia



Meskipun peristiwanya sudah berlangsung tiga tahun yang lalu, namun kasus Ambalat nampaknya belum terselesaikan hingga sekarang. Sudah tiga tahun dilakukan negosiasi, namun belum terdengar kabar berita tentang hasilnya. Belajar dari kasus Sipadan – Ligitan yang juga dengan Malaysia, Indonesia tidak boleh terlena dengan janji serta upaya hukum dari Malaysia. Indonesia telah kalah telak pada persidangan Mahkamah Internasional di Den Haag serta kehilangan pulau Sipadan dan Ligitan. Strategi ulur waktu (buying time) untuk pengumpulan data maupun perolehan dukungan internasional oleh Malaysia seperti dilakukan dalam menggarap kasus Sipadan – Ligitan sungguh sangat jitu. Oleh karena itu seyogyanya Indonesia tidak menganggap enteng dalam kasus Ambalat ini.
Konsesi minyak oleh Malaysia di wilayah Indonesia
Pada 16 Februari 2005 Pemerintah Indonesia telah memprotes pemberian konsesi minyak di Ambalat, Laut Sulawesi (wilayah Indonesia) kepada Shell, perusahaan minyak Belanda oleh Pemerintah Malaysia melalui perusahaan minyak nasionalnya, Petronas. Berita tersebut diklarifikasi oleh Departemen Luar Negeri RI (Deplu) melalui siaran pers tanggal 25 Februari 2005, yang kemudian menimbulkan reaksi keras dari berbagai lapisan masyarakat Indonesia. Suatu kejutan spontanitas kemudian terjadi di mana-mana. Tanpa menunggu komando, masyarakat di berbagai kota berdemonstrasi dan menghimpun sukarelawan untuk menghadapi Malaysia. Kemarahan tersebut dipicu oleh berbagai perasaan kecewa terhadap sikap Malaysia antara lain dalam masalah TKI dan terlepasnya pulau Sipadan – Ligitan dari kekuasaan RI bulan Desember 2002.

source:(https://id.wikipedia.org/wiki/Ambalat)
            (https://janetfuyuko.wordpress.com)

Solusi:


menurut saya dalam menghadapi Malaysia, Indonesia tidak boleh lengah sedetikpun atau mundur selangkahpun. Bersamaan dengan itu harus pula dapat dibuktikan bahwa Blok Ambalat dan Ambalat Timur adalah wilayah Indonesia. Sengketa di Ambalat tidak akan terlepas dari ekses perebutan pulau Sipadan – Ligitan.Maka untuk menetapkan keabsahan status kawasan Ambalat tidak diperlukan dialog basa-basi. Padahal , posisi Indonesia sudah cukup kuat dan Indonesia harus lebih tegas.


 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar